Kebijakan Gubernur Larang Pelajar Bawa Motor Dianggap Elitis Tanpa Fasilitas Pendukung

Gubernur LIRA Provinsi Bengkulu bersama Sekretaris LIRA Aurego Jaya. Foto: Adi/coverpublik

Bengkulu, CoverPublik.com Kebijakan Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, yang melarang siswa di bawah 17 tahun membawa kendaraan bermotor ke sekolah mendapat kecaman dari berbagai pihak. Sekretaris Jenderal DPW LIRA Bengkulu, Aurego Jaya, menilai kebijakan itu hanya meniru Pemerintah Provinsi Jawa Barat tanpa mempertimbangkan kondisi transportasi di Bengkulu yang minim fasilitas umum.

Aurego mengungkapkan, di banyak wilayah desa di Provinsi Bengkulu masyarakat belum menikmati layanan bus sekolah maupun angkutan umum yang memadai. “Kalau tidak ada bus sekolah dan angkutan umum, bagaimana anak-anak pergi ke sekolah? Ini kebijakan elitis, bukan solusi,” ujarnya, Selasa (6/5). Menurut Aurego, keselamatan siswa memang penting, tetapi harus dibarengi pembangunan infrastruktur pendukung.

Ia menambahkan bahwa jarak antara rumah dan sekolah di beberapa kecamatan bisa mencapai puluhan kilometer. “Sekolah jauh, tidak ada bus, tidak ada angkutan desa. Larangan membawa motor justru membuat siswa kesulitan mengikuti pelajaran,” kata Aurego.

Kendati terdapat layanan ojek online, ia mempertanyakan keterjangkauan biaya bagi keluarga miskin. “Apakah tarif ojek online ramah di kantong masyarakat? Tingkat kemiskinan yang masih tinggi pasca pemerintahan Helmi Hasan selama 10 tahun di Kota Bengkulu harusnya menjadi faktor utama dalam menyusun kebijakan transportasi,” paparnya.

Ilustrasi Bus Sekolah Gratis

Lanjutnya, Di Jawa Barat, kebijakan serupa diiringi dengan pengoperasian bus sekolah gratis dan penguatan armada angkutan umum. Namun, di Bengkulu hingga kini belum ada program serupa secara merata.

Pendapat senada datang dari salah garu guru SMA. Ia menilai larangan membawa motor akan memaksa siswa menempuh perjalanan puluhan kilometer dengan berjalan kaki atau naik sepeda, yang bukan solusi ideal. “Kurangnya angkutan umum menjadi kendala besar. Pemerintah perlu memfasilitasi armada Bus Sekolah Gratis untuk anak sekolah di seluruh provinsi bengkulu,” ujarnya.

Seorang orang tua murid, Hasanudin (45), juga mengaku khawatir anaknya terlambat masuk kelas. “Kalau dilarang bawa motor, anak saya yang di desa harus naik ojek online setiap hari. Biayanya bisa membengkak,” kata Hasanudin.

Pemerhati kebijakan publik juga mengimbau agar pemerintah mengevaluasi keefektivitasan larangan dan segera menghadirkan alternatif transportasi yang terjangkau. Dengan demikian, upaya meningkatkan keselamatan pelajar tidak mengorbankan hak mereka memperoleh pendidikan secara layak.

Pewarta: Restu Edi
Editor : Masya Heri
COPYRIGHT © COVERPUBLIK 2025