Isu Outsourcing Pegawai Non-ASN di Mukomuko Picu Kekhawatiran Honorer

Tenaga kerja Pegawai Non-ASN di Mukomuko mulai memicu kekhawatiran.

Mukomuko, CoverPublik.com  – Wacana Pemerintah Kabupaten Mukomuko untuk menerapkan sistem pegawai outsourcing atau melibatkan pihak ketiga dalam rekrutmen tenaga kerja mulai memicu kekhawatiran di kalangan tenaga honorer non-ASN.

Meski belum ada kepastian resmi, kabar tersebut telah ramai diperbincangkan, terutama di antara para pencari kerja dan pegawai honorer yang telah lama mengabdi.

Sistem outsourcing ini digadang-gadang sebagai solusi bagi tenaga honorer yang belum masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN), sehingga tidak memenuhi syarat pengangkatan sebagai ASN dan terancam harus dirumahkan.

Namun, beredarnya informasi mengenai masuknya tenaga kerja baru sebagai pegawai outsourcing yang diduga titipan pejabat, mulai dari anggota dewan hingga kepala dinas, membuat para honorer gerah.

“Kami minta diprioritaskan. Kami sudah lama bekerja dan tahu tugas. Kalau benar yang masuk baru malah titipan pejabat, kami tidak akan tinggal diam,” ungkap salah seorang honorer yang enggan disebutkan namanya, Selasa (20/5/2025).

Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Mukomuko, Drs. H. Marjohan, menjelaskan bahwa rencana outsourcing ini memang sedang digodok.

Tujuan utamanya adalah menyelamatkan tenaga non-ASN yang belum terdaftar di BKN, sekaligus menutupi kebutuhan tenaga kerja di beberapa sektor penting, seperti petugas kebersihan, satpam, sopir, pramusaji, dan pramutaman.

“Bupati ingin agar yang dipekerjakan adalah tenaga honorer yang sudah ada, bukan orang baru. Tapi semua masih tahap pembahasan dan perlu kesepakatan dengan pihak ketiga,” jelas Marjohan.

Terkait skema penggajian, ia menyebut bahwa jika mengacu pada Upah Minimum Kabupaten (UMK), maka akan cukup berat bagi keuangan daerah. Oleh karena itu, sedang diusulkan agar nominal gaji disesuaikan dengan kemampuan anggaran daerah. Jumlah tenaga honorer yang dapat diakomodasi melalui sistem outsourcing juga terbatas, dengan estimasi maksimal sekitar 300 orang.

“Kalau tidak ada mereka, seperti petugas kebersihan, dampaknya langsung terasa. Sampah berserakan, masyarakat pasti marah. Jadi, ini harus segera dicarikan solusi,” tambahnya.

Marjohan juga menegaskan bahwa sejak Januari 2025, sebenarnya sudah tidak diperbolehkan lagi pembayaran gaji bagi non-ASN. Namun, berkat kebijakan Bupati, pembayaran masih dilakukan sementara sambil menunggu skema baru yang lebih sesuai aturan.

Pemerintah daerah kini tengah mematangkan langkah ini, dan menunggu alokasi anggaran pada APBD Perubahan 2025 agar kebijakan outsourcing dapat diimplementasikan secara resmi.

Pewarta: Yantoni
Editor : Masya Heri
COPYRIGHT © COVERPUBLIK 2025